Bukhori P.Mat P2TK
Refleksi
Pembelajaran Filsafat Ilmu Pertemuan ke-4 (Juma't, 3 Oktober 2014)
Dosen
Perkuliahan Prof. Marsigit
Kesadaran Menembus Ruang dan Waktu
Ketika mempelajari filsafat tak terlepas dari mempelajari
eksistensi dimensi ruang dan waktu yang berbeda-beda yang meliputi yang ada dan
yang mungkin ada. Salah satu contoh dimensi ruang dapat digambarkan dengan pola
tersusun ke atas di mulai dengan aspek material, formal, normatif dan aspek
spiritual. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada itu kecuali semuanya menembus
ruang dan waktu. Bukan hanya yang hidup, tetapi sebuah batu pun menembus ruang
dan waktu. Contohnya candi Borobudur dahulu latar belakangnya rusa yang sedang
memakan rumput di tengah hutan, tetapi sekarang latar belakangnya adalah hotel
berbintang lima, itu pertanda bahwa candi Borobudur yang dulu dengan yang
sekarang berbeda, sehingga Candi Brobudur pun bisa dikatakan menembus ruang dan
waktu. Dari hal tersebut batu pun tak menyadarinya, tak memikirkannya, dan
tidak sedang berdo’a karena sebuah batu saja menembus ruang dan waktu, apalagi
manusia yang dianugerahi Tuhan yang Maha Esa yaitu berupa fatal dan vital atau
ikhtiar dan takdirnya lengkap dengan berbagai akibatnya seperti kemampuan
insting, intuisi, kemampuan berpikir formal, berpikir numerik, bahkan berpikir
canggih.
Maka dari itu definisi hidup itu dalam filsafat itu bisa
bermacam-macam, ada yang di tandai dengan kemampuan bergerak, bernafas,
bereproduksi,dll. Di samping itu, bisa juga hidup itu salah satu definisinya
yaitu menembus ruang dan waktu. Maka bagi orang yang berhasil berarti keterampilan
keberhasilan dia dalam menempuh ruang dan waktu, sehingga dibutuhkan kemampuan
memanipulasi metodologi menembus ruang dan waktu. Contohnya seorang mahasiswa
yang datang ke jogja dari luar pulau jawa untuk belajar itu pun bisa dikatakan
menembus ruang dan waktu. Selain itu, kemampuan itu tidak bersifat dasar
seperti berjalannya keong, binatang atau yang lainnya tetapi dengan
mempergunakan kemampuan yang lebih canggih lagi contohnya seperti dengan
mempgunakan pesawat. Kata-kata yang diucapkan adalah sebuah ruang, yaitu ruang
kesadaran. Jadi tak terasa kitapun tak terlepas dari saling bertukar ruang
masing-masing.
Setiap yang ada punya strukturnya serta menembus ruang dan waktu,
termasuk semua panca indra dan pikiran kita. Tetapi keberadaan akan ruang dan
waktu terkadang kita semua tak pernah menyadarinya. Apakah kita bisa memikirkan
semua yang ada dan yang mungkin ada?? Secara ontologi mungkin bisa, tetapi
secara aksiologi, etis dan estetika maka tidak bisa karena dibatasi ruang dan
waktu. Di sisi lain dimensi ruang dan waktu memberikan kita kesempatan tetapi
di sisi lain bersifat membatasi. Ketika kita bisa mengetahui yang ada dan yang
mungkin ada, mungkin bisa menyebabkan kita tidak bisa hidup, keterbatasan kita
membuat kita bisa saling memahami dan mengerti tentang hidup. Memahami ruang
dan waktu itu berarti kita memahami tata cara atau adabnya. Dalam situasi/ruang
yang berbeda setiap benda memiliki fungsi yang berbeda contohnya batu yang ada
di toko bangunan itu memiliki fungsi material, batu yang digunakan untuk
pembatas jalan itu memiliki fungsi formal, batu kerikil yang digunakan oleh
orang yunani untuk menghitung jarak tempuh kereta (batu kalkuli/kalkulus)
berfungsi normatif, tetapi ketika batu yang sedang di gunakan untuk beribadah
(lempar jumroh) maka batu itu memiliki fungsi spiritual dan lain-lain.
Orang yang tidak bisa menempatkan diri dalam ruang dan waktu yang
tepat, maka orang tersebut bisa dikatakan bodoh secara filsafat. Untuk menjawab
berbagai pertanyaan dengan benar, seperti formalnya dari normatif normatifnya
spiritual, normatifnya spiritual, kita perlu memahami bagian dari filsafat
dimana filsafat itu ada tiga pilar, ontologi hakikatnya, epistemologi adalah
sumbernya, kemudian aksiologi adalah etik dan estetikanya. Menembus ruang dan
waktu itu terkadang tidaklah mudah, dan untuk memahami hakikat yang ada dan
yang mungkin itu adalah perkara yang sangat sulit bahkan Socrates saja sudah
menyerah, ia mengatakan “aku tidak mengetahui apa-apa tentang hakikat yang ada
dan yang mungkin ada”, apalagi kalau di Tanya tentang hakikat Tuhan, yang pasti
itu lebih sulit lagi, wallohual’alam. Dari filsafat kita bisa belajar tentang
kerendahan hati, dan kedahsyatan ilmu Alloh swt serta belajar filsafat
memberikan kesadaran kepada kita bahwa tidaklah kita mengetahui tentang hakikat
yang ada dan yang mungkin ada melainkan sangat sedikit sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar